Mereka Melempar Batu ke Pasukan Zionis, Di Indonesia Mereka Melempar Imannya
YERUSALEM (voa-islam.com) – Betapa hanya dengan menggenggam batu mereka menggetarkan kota Yerusalem, Tel Aviv, dan Washington. Dengan batu mereka melempari batu pasukan Zionis-Israel.
Sementara itu, pasukan Zionis-Israel bersenjata lengkap. Sangat berbeda. Tapi, hanya batu ditangan mereka itu, sekarang sangat sibuk Perdana Menteri Benyamin Netanyahu. Harus melukan pertemuan kabinet darurat membahas keamanan negaranya.
Di raut wajah mereka tak nampak rasa takut, atau sedih. Terus maju menghadapi pasukan Zionis, sambil terus melemparkan batu ke arah pasukan Zionis. Inilah sebuah heroisme yang tanpa tara. Keberanian yang tak dapat ditandingi. Mereka benar-benar telah tertempa dengan sejarah perjuangan panjang kehidupan.
Kehidupan yang sangat keras dalam pendudukan dan penjajahan Zionis-Israael telah menempa dan membuat kehidupan mereka menjadi sangat matang. Mereka benar-benar menjadi pejuang Palestina yang sangat berani.
Pendudukan dan penjajahan Zionsi, seperti sekolah yang mendidik mereka, dan akhirnya mereka harus memilih kehidupan. Memilih menjadi seorang pejuang. Memilih menjadi 'tentara' yang bercita-cita menjadi 'martyr' (syuhada). Hidup mereka lebih berarti.
Rakyat Palestina perlahah-lahan dengan kondisi yang ada, terjalin ikatan hati (ta'liful qulub) yang kuat. Sepenanggungan. Dalam duka dan suka. Saling tolong-menolong, bahkan tumbuh sikap itsar (mendahulukan saudaranya).
Perlawanan terhadap penjajahan Zionis-Israel sudah menjadi pilihan, menjadi “ideologi”, sudah menjadi “keyakinan” hidup mereka. Tak pernah pudar dengan kondisi apapun. Mereka akan terus menjadikan hidup mereka mencapai misi kehidupan mereka dengan terus berjuang membebaskan negara dari penjajahan Zionis.
Lihatlah perjuangan mereka yang begitu heroik, terus menghiasi media internasional, seperti CNN, Euro News, Al-Jazeera, Al Arabiya, dan sejumlah media lainnya. Para tokoh dunia sekarang sibuk membahas situasi di Yerusalem.
Barack Obama, John Kerry, Benyamin Netanyahu, Francois Hollande, dan sejumlah pemimpin dunia lainnya, mengkawatirkan situasi di Yerusalem. Konflik antara rakyat Palestina dengan pasukan Zionis-Israel.
Perlawanan mereka sebagai bentuk perlawanan sipil, pembangkangan, perlawanan dengan batu, senjata pisau, dan pistol. Bukan dengan bom, rudal, dan senjata pemusnah lainnya. Tapi, sebuah gerakan sipil yang laten, dan hanya bermodalkan keberanian yang luar biasa, di dorong oleh motivasi pengorbanan, dan ingin membebaskan tanah airnya dari penjajah yang sudah menyesakan bagi kehidupan mereka.
Lihatlah, pasukan Zionis-Israel membunuh atau menembak mati empat warga Palestina, dan melukai lima warga Palestina dengan senjata. Tapi, mereka tak dapat membuat mereka menjadi takut dan jera. Justru semakin berkobar semangat perlawanan mereka terhadap Zionis.
Di Yerusalem, meledak kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meledaknya kekerasan dan perlawanan itu, hanya akibat tindakan pasukan Zionis-Israel dan Yahudi Ortodok yang melarang Muslim masuk ke Al-Aqsha, sebaliknya Yahudi Ortodok masuk ke Masjid al-Aqsha, dan merusak tempat suci kaum Muslimin itu. Itulah yang menimbulkan keberanian dan perlawanan. Al-Aqsha yang membuat para pemimpin dan ulama menyerukan jihad melawan Zionis.
Tiga serangan menusuk lainnya Sabtu berlangsung di kota Hebron, Tepi Barat, titik api yang sering di mana beberapa ratus pemukim ilegal Yahudi tinggal di dekat puluhan ribu warga Palestina.
Selama sebulan terakhir ini, delapan warga Yahudi dan pasukan Zionis-Israel tewas dalam serangan warfga Palestina. Warga Yahudi dan pasukan Zionis yang tewas, kebanyakan akibat penusukan pisau warga Palestina. Tak kurang 40 warga Palestina tewas oleh tembakan Israel. Diantaranya termasuk 19 warga Palestina yang menyerang pasukan Zionis-Israel.
Serangan warga Palestina itu telah menimbulkan kepanikan di seluruh Israel dan menimbulkan ketakutan bahwa sekarang di Israel berada di titik puncak dari babak baru kekerasan yang lebih dahsyat.
Warga Palestina mengatakan kekerasan adalah hasil dari penjajahan Zionis-Israel yang sudah berlangsung hampir 50 tahun. Penjajahan dan pendudukan yang begitu kejam, melahirkan generasi baru yang lebih tangguh, lebih berani dan militan, lebih ikhlas menyerahkan seluruh jiwa raganya. Mereka hanya ingin Zionis-Israel pergi selama-lamanya.
Warga Yahudi dan pemerintah Zionis-Israel merencanakan mengambil alih tempat suci yang paling mulia bagi Muslim, yaitu Masjid al-Aqsha, yang menjadi tempat suci bagi Yahudi, yaitu kuil Sulaeman. Ini tidak mungkin.
Uniknya. Para pejuang muda itu, sebagian Muslimah yang masih sangat belia. Mereka ikut dalam arus gerakan besar. Tak takut dengan senjata Zionis-Israel. Mereka maju. Terus maju menghadapi pasukan Zionis. Hanya dengann batu di tangan mereka. Sungguh sangat indah. Pilihan hidup yang sangat mulia.
Di sini. Anak-anak masih ingusan baru tamat SD, sudah pacaran, bergandengan tangan, berdua dengan motor, duduk-duduk di emper-emper toko, di gang-gang jalan hingga pagi, sambil 'ngegele'. Mereka hanya mengotori kehidupan. Mereka menjadid manusia yang tak berguna dan berharga bagi kehidupan.
Di sini. Anak-anak ABG, terus menghirup udara kotor kehidupan. Udara kotor yang penuh polusi kemaksiatan yang pekat. Mereka tak peduli lagi dengan kehidupannya. Tak punya masa depan. Mereka sudah terjebak dengan kehidupan yang hedonis. Permisif dalam pergaulan. Tak peduli dengan agama.
Masjid-masjid sepi dari anak-anak muda. Sementara itu, mall, kafe, warung-warung pinggir jalan, penuh sesak. Tak ada lagi nafas perjuangan yang mereka hirup. Benar-benar ini sebuah 'disaster' (bencana) bagi masa depan. Entah masih ada lagi orang-orang yang menyembah Allah (shalat)? Apakah sepuluh tahun, dua puluh tahun ke depan, anak-anak muda yang mengenal masjid?
Betapa kelamnya kehidupan di negeri ini. Sudah masuk dalam 'jebakan' budaya hitam yang sangat pekat. Budaya materliasme. Ramadhan hanya ramai di rumah makan, mall, cafe, dan tempat-tempat hiburan, masjid-masjid ramai hanya minggu pertama. Menjelang akhir ramadhan, hanya sedikit yang ikut i'tikaf. Semuanya sibuk ke mall membeli pakaian baru, yang tak ada korelasinya dengan ibadah Ramadhan.
Orang tua sibuk. Bapak dan ibu sibuk. Hanya mencari 'uang'. Tidak ada yang lain. Tak ada yang memperhatikan nasib anak-anak mereka. Tak ada ada yang serius memperhatikan nasib anak mereka. Tak salah anak mereka menjadi manngsa budaya materialisme. Di Palestina Muslimah melempar Zionis dengan batu, di sini Muslimah melemarkan imannya dan mengikuti Yahudi.
Terimalah generasi baru. Generasi muda Muslim dan Muslimah yang loyo. Generasi hura-hura. Generasi “week end”. Generasi tanpa memiliki keberanian. Keberanian melawan Yahudi. Mereka sudah kehilangan ruh. Mereka sudah menjadi bagian dari kehidupan yang sangat menakutkan, yaitu menjadi musuh Allah, Rasul dan Risalahnya. (mashadi/voa-islam.com)
0 komentar:
Posting Komentar